Jangan Ragu Untuk Menuntut Ilmu

Kamis, 07 Juni 2012

SEPASANG MERPATI TUA (KAJIAN)

Oleh: Wa Ode Irawati U.

BAB III
 HASIL DAN PEMBAHASAN


 3.1 Unsur Intrinsik
3.1.1 Tema
    Tema dalam drama Sepasang Merpati Tua adalah kehidupan. Karena dalam perbincangan antara nenek dan kakek membahas tentang kehidupan yang dimulai dari kehidupan mereka berdua, lalu merambah ke kehidupan sosial dan akhirnya kembali ke diri mereka berdua. Yaitu tentang perenungan diri masing-masing tentang kehidupan. Kemudian dalam drama ini, tokoh kakek selalu memberikan gambaran dan pemahaman tentang hidup. Jadi,  perbincangan kedua tokoh ini adalah seputar kehidupan.

3.1.2 Tokoh dan penokohan
    Dalam menganalisis pencitraan sebuah tokoh dapat dilakukan dengan identifikasi tokoh, hubungan antartokoh, dan deskripsi karakter tokoh.

a.     Identifikasi Tokoh
    Adapun tokoh-tokoh yang ada dalam drama Sepasang Merpati Tua karya Bakti Soemanto ini adalah
1.    Nenek
2.    Kakek

b.     Hubungan Antartokoh
     Suatu tokoh dapat dikatakan sebagai tokoh utama jika kapasitas interaksi tokoh tersebut terhadap tokoh lain lebih dominan daripada tokoh-tokoh yang lain. Jika tokoh dalam novel tersebut memiliki kemiripan atau bahkan hamper sama maka dapat dilihat dari tokoh yang mampu yang mampu menggerakkan alur cerita.
    Adapun gambaran hubungan antartokoh dalam drama Sepasang Merpati Tua  ini adalah sebagai berikut :
1.    Nenek 
2.    Kakek
    Dari uraian hubungan antartokoh di atas, kedua tokoh imbang. Namun, yang dilihat selanjutnya adalah tokoh yang menggerakkan alur cerita. Yang menggerakkan alur cerita adalah kakek. Jai dapat disimpulkan bahwa tokoh utama dalam drama ini adalah Kakek. Sedangkan nenek adalah tokoh bawahan, yaitu tokoh yang mendapingi tokoh utama.
c.       Deskripsi Karakter Tokoh (Penokohan)
1) Nenek
        Nenek adalah seorang  yang sedikit mementingkan kedudukan dan kehormatan dalam hidup. Tetapi, sesungguhnya Nenek belum mengerti arti hidup dibandingkan dengan Kakek.
Hal ini dapat dilihat pada kutipan dialog berikut :

Kakek :    Aku ingin jadi diplomat yang diberi pos di kolong jembatan saja…
Nenek :    Ah, gila. Itu pekerjaan gila.

Kakek :    Selama kedudukan adalah diplomat, di mana saja ditempatkan sama saja terhinanya, sama saja mulianya.
Nenek :    Aku tidak rela kau ditempatkan di tempat terhina itu

Nenek :    Ah… bagaimana nanti kalau aku arisan dan ditanya teman-teman, bagaimana jawabku, pak. Coba bayangkan,bayangkan …
2.    Kakek
Kakek adalah seorang yang peduli terhadap kehidupan sosial dan memberikan banyak pengertian hidup terhadap istrinya.
Hal ini dapat dilihat pada kutipan dialog berikut :

Kakek :    Banyak diplomat yang dikirim di pos-pos manapun di dunia ini. Tapi pemerintah belum punya wakil utuk bicara-bicara dengan mereka yang ada dikolong jembatan, bukan? Ini tidak adil. Maka, aku akan menyatakan diri. Maka aku akan menyediakan diri untuk mewakili pemerintahan ini sebagai diplomat kolong jembatan.   

Kakek :    Aku mau jadi teknorat dalam bidang….

Kakek :     Bidang persampahan
Nenek :    Apa?
Kakek :    Bidang sampah-sampah! Ini perlu sekali, salah sebab adanya banjir di kota ini, karena orang-orang kurang tahu artinya selokan-selokan itu. Kau lihat di jalan-jalan yang sering tergenang air itu. Coba selokan itu kita keduk, sampahnya luar biasa banyaknya.

Kakek :    Manusia harus menghayati hidupnya, bukan menghayati disiplin mati itu…doktrin-doktrin itu harus…harus…
Nenek :    Suamiku, sudahlah nanti penyakit nafasmu kumat lagi. Kalau kau terlalu semangat begitu …
Kakek :    Kretifitas harus dibangkitkan. Bukan dengan konsep-konsep tetapi dengan merangsangnya…dengan menggoncangkan jiwanya agar tumbuh keberaniannya menjadi diri sendiri. Tidak menjadi manusia bebek. Yang Cuma meniru, meniru, meniru… (kakek rebah, nenek menjerit)

Nenek :    Aku takut
Kakek :    Aku juga….(terdengar lonceng jam dinding dua belas kali)
Nenek :    Dua belas kali…
Nenek :    Aneh! Ini tidak mungkin. Apa aku salah mendengar?
Kakek :    Memang begitu. Kau tidak salah dengar.
Nenek :    Tapi ini di luar kebiasaan. Tadi sudah berbunyi dua belas kali, mestinya bunyi satu kali….begitu kan?
Kakek :    Mudah-mudahan kau tahu, begitulah hidup. Kebiasaan-kebiasaan, konsep-konsep tidak terlalu cocok.

3.1.3 Alur
    Alur dalam drama Sepasang Merpati tua dapat diuraikan dalam beberapa sekuen. Adapun sekuen-sekuen tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Nenek duduk sambil menyulam dan berbicara sendiri tentang Kakek yang sedang bersolek.
2.    Kakek menanyakan penampilannya kepada Nenek.
3.    Nenek mempersoalkan kakek yang membaca Koran menyendiri
4.    Kakek pun mempersoalkan Nenek yang duduk mendekat dna bersndar dibahu kirinya.
5.    Nenek merasa diperolok-olok oleh Kakek
6.    Kakek membantah kalau memperolok-olok nenek dan menyatakan bahwa nenek pantas disejajarkan dengan ibu Kartini.
7.    Kakek dan Nenek mempersoalkan tentang sbutan ibu Tin dan ibu Kartini
8.    Kakek membicarakan tentang cita-cita professornya dulu
9.    Nenek mempersoalkan gelar professor yang dibicarakan kakek
10.    Nenek mengusulkan agar tidak usah jadi professor. Tapi jadi diplomat ulung
11.    Kakek kurang senang dengan diplomat dan menyampaikan pembelaan bahwa diplomat banyak menipu hati nuraninya sendiri.
12.    Karena nenek termenung, maka kakek memutuskan untuk jadi diplomat demi menyelamatkan perkawinan mereka.
13.    Nenek menawarkan untuk jadi diplomat PBB, diplomat surgawi atau diplomat wakil republik kita.
14.    Kakek menolak tawaran nenek dan megatakan untuk jadi diplomat kolong jembatan
15.    Nenek tidak setuju karena kolong jembatab dianggap tempat terhina dan akan berdampak pada kakek
16.    Kakek memberikan pendapat tentang kolong jembatan
17.    Nenek tetap tidak stuju dengan pertimbangan bagaimana nanti kalau ditanya saat arisan.
18.    Kakek memberikan pengertian tentang kedudukan diplomat kolong jembatan dan jawaban jika ditanya oleh teman-teman Nenek saat arisan.’
19.    Akhirnya Nenek menyatakan ketidakinginannya kalau Kakek menjadi diplomat.
20.    Kakek mengangkat bicara soal hidup
21.    Nenek bertanya seadanya dan memandang tindakan-tindakan Kakek.
22.    Kakek membuka toples dan memakan makanannya.
23.    Nenek mengkritik cara makan Kakek bahwa seorang diplomat tidak bolehmakan sambil berdiri.
24.    Kakek menyatakan bahwa sudah beralih pekerjaan, bukan lagi diplomat tapi teknorat dalam bidang persampahan yang membuat Nenek kaget.
25.    Kakek memberiakan pengertian tentang pilihannya di bidang persampahan terhadap Nenek.
26.    Nenek tidak mengerti dengan maksud Kakek, sehingga ia terus bertanya.
27.    Kakek mulai membicarakan tentang hidup bahwa hidup kita sudah diwarnai dengan cara berpikir yang sadis.
28.    Nenek mengehentikan suaminya untuk bicara karena takut penyakit nafasnya kumat.
29.    Kakek merebahkan dirinya yang membuat Nenek menjerit lalu tersedu.
30.    Kakek bangkit dan bertanya mengepa Nenek menangisinya
31.    Nenek kaget dan bertanya untuk meyakinkan dirinya bahwa Kakek masih hidup.
32.    Kakek menyatakan bahwa bernapas dan bicara bukan ukuran hidup. Ini membuat Nenek tidak mengerti.
33.    Kakek menyarankan agar Nenek merenubgi diri
34.    Pembicaraan Kakek dan Nenek berlanjut ke arah kematian yang membuat keduanya takut.
35.    Nenek mendengar keanehan dari jam dinding yang berbunyi dua belas kali, mestinya ditambah satu kali lagi.
36.    Kakek memperkuat bahwa semoga Nenek mengerti. Begitulah hidup. Kebiasaan-kebiasaan, ukuran-ukuran, konsep-konsep tidak terlalu cocok.

3.1.4 Latar
    Dalam menganalisis latar ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu identifikasi tempat dan identifikasi waktu.

a. Identifikasi Tempat
    Dalam drama yang berjudul Sepasang Merpati Tua karya Bakti Soemanto ini hanya terjadi di satu tempat, yaitu di ruangan tengah rumah. Hal ini terlihat pada narasi awal drama :
“Panggung menggambarkan sebuah ruangan tengah rumah sepasang orang tua…”

b. Identifikasi Waktu
    Cerita dalam novel ini terjadi pada sore hari (menjelang malam) sampai tengah malam. Latar sore hari (menjelang malam) dapat dilihat pada kutipan narasi awal drama yaitu
“…sebentar-sebentar ia menengok ke belakang, kalau-kalau suaminya dating. Saat itu hari menjelang malam.” Sedangkan latar tengah malam dapat dilihat pada kutipan dialog berikut :

Nenek :    Sudah larut tengah malam
Kakek :    Ya. Dan sebentar lagi ambang pagi akan datang
3.1.5  Sudut Pandang
     Dalam drama Sepasang Merpati Tua, pengarang menempatkan dirinya sebagai tokoh sampingan atau menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal karena pengarang menceritakan orang lain atau yang menjadi tokoh adalah orang lain. Bukan “aku” atau “saya”. Hal ini dapat dilihat bahwa tokoh yang dilibatkan pengarang adalah Kakek dan Nenek.
3.1.6 Amanat
     Setiap karya sastra yang diciptakan tak luput dari amanat atau hal-hal yang dianggap penting oleh pengarang untuk diketahui penikmat sastra. Seperti halnya drama yang berjudul Sepasang Merpati Tua.
     Adapun amanat yang dapat diambil dalam drama Sepasang Merpati Tua ini adalah
1.    Kita harus belajar menghayati, mengerti dan memaknai hidup, karena dalam kehidupan kita pasti mempunyai beban tersendiri. Ini tersurat dalam dialog berikut :
Kakek :    (memandang Nenek) susah…
Nenek :    Siapa?
Kakek :    Kita semua
Nenek :    Termasuk para penonton itu?
Kakek :    Ya.
Nenek :    Kenapa?
Kakek :    Karena kita hidup
Nenek :    Mengapa begitu?
Kakek :    Orang hidup punya beban sendiri…..

Nenek :    Suamiku…suamiku…suamiku…sudahlah…
Kakek :    Manusia harus mengahyati hidupnya, bukan mengahyati disiplin mati itu…doktrin-doktrin itu harus…harus…
2.    Dalam kehidupan kita tak usah menonjolkan kedudukan untuk semata-mata mau dihormati. Hal ini dapat dilihat pada dialog berikut :
Nenek :    Itu lebih terhormat di PBB. Siapa tahu kau akan terpilih jadi ketua sidang, lantas kelak jadi sekretaris jenderal….
Nenek :    Kurang besar kedudukan itu. Atau diplomat surgawi saj? (kakek memandang nenek)
….
Nenek :     Nah, paling terhormat jadilah diplomat wakil republic kita tercinta di PBB….
Kakek :    Aku ingin jadi diplomat yang diberi pos di kolong jembatan saja…
Nenek :    Ah, gila. Itu pekerjaan gila.

3.    Kita harus memikirkan kepentingan orang lain sebagai tanggung jawab sesama anggota masyarakat . perhatikan dialog berikut :
Kakek :    Aku ingin jadi diplomat yang diberi pos di kolong jembatan saja…
Nenek :    Ah gila… itu pekerjaan gila
Kakek :    Banyak diplomat yang dikirim ke pos-pos manapun di dunia ini. Tapi, pemerintah belum punya wakil untuk bicara-bicara dengan mereka yang ada di kolong jembatan, buka? Ini tidak adil. Maka aku menyatakan diri. Maka aku menyedikan diri untuk mewakili pemerintahan ini sebagai diplomat kolong jembatan.
Nenek:    Tapi kau akan terhina
Kakek :    Selama kedudukan adalah diplomat, di manapun ditempatkan sama saja terhinanya, sama saja mulianya.

Kakek :    Seorang diplomat pada hakikatnya adalah seorang yang pandai ngomong. Pandai meyakinkan orang, pandai membujuk. Orang-orang di kolong jembatan itu perlu dibujuk agar hidup baik-baik. Berusaha mencari pekerjaan yang layak dan timbul kepercayaan diri sendiri. Tidak sekedar dihalau, diusir, kalau malau ada orang gede lewat saja. Jadi untuk mengatasi tindakan-tindakan kasar ini, perlu ada wakil yang bisa membujuk…

4.    mau memperhatikan keadaan sekitar tempat tinggal kita yang dipenuhi dengan sampah. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ;
kakek :    Aku mau jadi teknorat dalam bidang…
nenek :    Ekonomi?
Kakek:     Bukan!
…..
Kakek :    Bidang persampahan
Nenek :    Apa?
Kakek :    Bidang sampah-sampah! Ini perlu sekali, salah satu sebab adanya banjir di kota ini, karena orang-orang kurang tahu artinya selokan-selokan itu. Kau lihat di jalan-jalan yang sering tergenang air itu. Coba selokan itu kita keduk, sampahhnya luar biasa banyaknya…




3.2    Unsur Ekstrinsik
3.2.1 Nilai Agama/Religius
     Dari sudut pandang agama drama Sepasang Merpati Putih, memiliki nilai bahwa dalam kehidupan, kita tidak boleh hanya mementingkan kepentingan diri sendiri. Tetapi, kita juga  dituntut untuk memperhatikan keadaan sekeliling kita sebagai amal di mata Tuhan. Seperti yang dikehendaki oleh Kakek untuk menjadi diplomat kolong jembatan dan teknokrat bidang persampahan.

3.2.2    Nilai Sosial-Budaya
     Dari sudut pandang sosial-budaya, drama Sepasang Merpati Tua menggambarkan kritik sosial kepada pihak pemerintah yang tidak memparhatikan masyarakat atau orang-orang yang tinggal di kolong jembatan. Selanjutnya, kritik kepada masyarakat kota yang tidak memperhatikan kebersihan terutama sampah. Membuang  sampah sembarangan sudah membudaya di kalangan masyarakat kota. Sehingga melalui drama ini juga menampakkan kritik sosial. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut :
 Kakek :    Banyak diplomat yang dikirim ke pos-pos manapun di dunia ini. Tapi, pemerintah belum punya wakil untuk bicara-bicara dengan mereka yang ada di kolong jembatan, bukan? Ini tidak adil. Maka aku menyatakan diri. Maka aku menyediakan diri untuk mewakili pemerintahan ini sebagai diplomat kolong jembatan.
….
Kakek :    Bidang sampah-sampah! Ini perlu sekali, salah satu sebab adanya banjir di kota ini, karena orang-orang kurang tahu artinya selokan-selokan itu. Kau lihat di jalan-jalan yang sering tergenang air itu. Coba selokan itu kita keduk, sampahhnya luar biasa banyaknya…


3.3.3    Nilai Moral
     Nilai moral yang diperoleh dalam drama Sepasang Merpati Tua ini adalah kecenderungan kita untuk saling memperhatikan sesama manusia. Kita tidak boleh menonjolkan diri sendiri hanya untuk menunjukkan kedudukan dan ingin dihormati oleh orang lain. Tetapi, kita juga berusaha membangun kerja sama di antara sesama masyarakat.
Kakek :    Seorang diplomat pada hakikatnya adalah seorang yang pandai ngomong. Pandai meyakinkan orang, pandai membujuk. Orang-orang di kolong jembatan ini perlu dibujuk agar hidup baik-baik. Berusaha mencari pekerjaan yang layak dan timbul kepercayaan diri sendiri. Tidak sekedar dihalau, diusir, kalau malau ada orang gede lewat saja. Jadi untuk mengatasi tindakan-tindakan kasar ini, perlu ada wakil yang bisa membujuk…
 Nenek :    Ah…bagaimana, nanti kalau aku arisan dan ditanya teman-teman, bagaimana jawabku, pak. Coba bayangkan, bayangkan…
 Kakek :    Istriku, aku mengerti, bagaimana kau akan turun gengsi nanti. Tapi kau tidak usah khawatir, kalau kau dating ke arisan yang lima ribuan, dank au ditanya orang-orang apa pekerjaanku jawab saja diplomat, titik. Kolong jembatannya tidak usah disebut, kalau kau dating ke arisan yang seratusan, saya kira tak ada salahnya kalau kau ngomong diplomat kolong jembatan…

3.2.4    Nilai Ekonomi
     Nilai ekonomi yang nampak dalam drama sepasang merpati tua ini adalah banyaknya masyarakat Indonesia yang masih hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan misalnya hidup di kolong jembatan. Ini digambarkan dalam dialog berikut :
Kakek :    Seorang diplomat pada hakikatnya adalah seorang yang pandai ngomong. Pandai meyakinkan orang, pandai membujuk. Orang-orang di kolong jembatan ini perlu dibujuk agar hidup baik-baik. Berusaha mencari pekerjaan yang layak dan timbul kepercayaan diri sendiri. Tidak sekedar dihalau, diusir, kalau malau ada orang gede lewat saja. Jadi untuk mengatasi tindakan-tindakan kasar ini, perlu ada wakil yang bisa membujuk…

     Selain itu, tuntutan perekonomian yang seimbang untuk setiap orang yang berumah tangga. Termasuk kedudukan yang dapat menunjang faktor perekonomian keluarga.
Nenek :    Ah…bagaimana, nanti kalau aku arisan dan ditanya teman-teman, bagaimana jawabku, pak. Coba bayangkan, bayangkan…
 Kakek :    Istriku, aku mengerti, bagaimana kau akan turun gengsi nanti. Tapi kau tidak usah khawatir, kalau kau dating ke arisan yang lima ribuan, dank au ditanya orang-orang apa pekerjaanku jawab saja diplomat, titik. Kolong jembatannya tidak usah disebut, kalau kau dating ke arisan yang seratusan, saya kira tak ada salahnya kalau kau ngomong diplomat kolong jembatan…

1 komentar: