Jangan Ragu Untuk Menuntut Ilmu

Kamis, 24 Mei 2012

PERJALANAN MENANTANG ANTARA MURHUM DAN WAMENGKOLI

Oleh: Wa Ode Irawati U.

      Awan kelabu menyelimuti langit. Angin kencang yang menyapu debu-debu. Serta ombak yang tak henti-hentinya memukul dermaga pelabuhan Murhum, Bau-Bau, mewarnai perjalanan kami untuk pulang ke Wakuru. Sore itu, kami berlima, saya bersama kakak-kakak sepupu, membulatkan tekad untuk menyeberang sebab ada agenda penting yang  menanti.
      Ketika kapal telah sandar, kami dan penumpang yang lain memasukinya, nampak ketegangan hadir di wajah kami. Apalagi saat kapal bergoyang mengikuti ombak. Hal itu membuat kami bergoyang tak menentu, terkadang ke kanan, ke kiri,  ke belakang bahkan ke depan. Saking keras dan seringnya kami bergoyang, salah satu penumpang berkata, “Kurang musik ini”. Sebuah kalimat yang pendek, namun cukup membuat kami tertawa kecil. Belum cukup dengan goyangan ombak, tiba-tiba hujan turun. Lengkap sudah penderitaan kami. Goyangan kapal yang membuat kami oleng, hujan serta angin kencang menambah rasa cemas di hati.
      Pernahkah anda membayangkan berada dalam situasi seperti ini? Mungkin sebagian orang akan memilih tidur dengan berselimutkan kain hangat, ketika hujan turun. Tetapi, tidak terpikir di benak anda, ketika keadaan ini menghadang di tengah lautan. hingga pikiran negatif  selalu menghantui kita. Itulah yang saya rasakan saat melakukan perjalanan dari pelabuhan Murhum menuju pelabuhan Wamengkoli.
      Andai saja angin dan hujan mempunyai handphone, mungkin saya bisa menghubungi mereka agar menunda kunjungan ke salah satu bagian kecil Selat Banda ini agar kami tak merasa cemas. Dan kami bisa menyeberang dengan perasaan tenang. Namun, itu semua hanyalah khayalan.
     Apa yang anda rasakan ketika kapal telah sandar di dermaga? Tentu perasaan senang menyelimuti hati kita. Tetapi, tidak dengan kami yang sedang melakukan perjalanan saat itu. Sebab kapal yang kami tumpangi tak bisa sandar. Sang nakhoda berusaha memutar kapal, bahkan setelah kapal berputar 3600, tetap saja kapal tak bisa sandar. Berkali-kali kapal berusaha untuk sandar ke dermaga, namun angin dan ombak selalu membawa kami kembali ke tengah. Rasa cemas dan tegang semakin besar kami rasakan. Di tambah dengan air hujan yang berusaha masuk ke dalam kapal. Para penumpang berusaha untuk ke tengah kapal agar terhindar dari air hujan, dan juga menghindar dari kemungkinan jatuh ke laut sebab goyangan kapal makin dahsyat.
      Hampir satu jam, kami diombang-ambing oleh gelombang air laut. Akhirnya, kapal bisa sandar. Begitu ada peluang, para awak kapal langsung menurunkan tali agar kapal tidak kembali dibawa ke tengah laut. Namun, ketegangan belum selesai. Sebab, kami tak bisa keluar karena kapal terus bergoyang akibat ombak yang semakin besar. Kami menumpuk di pintu kapal. Begitu ada kesempatan untuk keluar, kami lari. Tidak perduli pada pintu masuk yang terus bergoyang. Alhamdulillah, kami diberi kesempatan untuk hidup. Terima Kasih Ya Allah.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar